Senin, 26 November 2018
Kamis, 30 Agustus 2018
judul syarhil Qur'an KELUARGA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA
judul syarhil Qur'an
KELUARGA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA
الحمدلله ربّ العالمين، والصّلاة
والسّلام على اسراف الأنبياء والمرسلين، سيّدنا ونبيّنا محمّد، وعلى آله وأصحابه
أجمعين، أمّابعد.
Para ulama dan tokoh masyarakat yang
kami muliakan,
Dewan hakim yang kami hormati,
Bapak ibu pengunjung yang dimuliakan
Allah.
Dalam mukadimah Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh
PBB, tanggal 20 November 1989, menimbang bahwa seorang anak sepenuhnya harus
dipersiapkan untuk menjalani kehidupan sebagai pribadi dalam suatu masyarakat,
sehingga harus dibesarkan dalam semangat cita-cita yang telah diproklamirkan
pada piagam PBB. Maksudnya hadirin, setiap bangsa telah menaruh perhatian
intens terhadap anak dan pendidikannya, karena pembahasan mengenai anak
merupakan problematika urgen dan harus menjadi prioritas.
Pendidikan anak telah menjadi topik diskusi para pemikir
Islam beberapa abad silam, seperti al-Ghazali, al-Qabisi, Ibnu Sina, dan
lainnya, juga menjadi diskusi para pakar pendidikan Barat seperti John Amos
Comenius, Jean Jacques Rousseau, dan pakar-pakar lainnya yang meskipun berbeda
pola pikir, tetapi memiliki kesamaan dalam perhatian mereka terhadap anak.
Mengapa demikian? Karena persoalan moralitas adalah problema
yang selalu up to date tak lekang oleh waktu, tak lapuk oleh zaman, dan
persoalan perilaku adalah komponen yang tidak lepas dari generasi penerus.
Tetapi hadirin, dekadensi moral telah menembus dinding usia ataupun kasta,
sehingga bukan hanya anak-anak yang tidak beradab, orang tua pun tidak sedikit
yang tidak beradab, tidak hanya generasi muda yang suka melanggar norma, orang
dewasa pun sering tak punya tata karma, sehingga hadirin, kemerosotan akhlak
telah meracuni kaum muda, kaum tua, tak peduli pria atau wanita, tak mengenal
miskin ataupun kaya.
Berbicara mengenai akhlak sebagai popular philosophy of
morality, seakan seperti trending topic yang tak pernah kunjung
habis di kalangan akademisi, kalangan ilmuwan, kalangan juru dakwah, kalangan
ulama, kalangan orang tua, maupun kalangan masyarakat secara luas. Mengapa
demikian? Karena kajian mengenai perilaku adalah pembahasan tentang kaidah
kehidupan manusia, tentang aturan yang harus dijalani, dan pedoman yang harus
ditaati. Problematika perilaku manusia seperti tidak kunjung habis, karena
tidak sedikit orang kehilangan pikiran logis, di depan berwajah manis, tapi
hatinya dipenuhi hasrat iblis, sehingga tidak ragu berbuat bengis, hatinya
tertawa walaupun matanya menangis.
Oleh
karena itu hadirin, fenomena demoralisasi kronis yang telah banyak terjadi di
negeri ini, menimbulkan kegelisahan akademik kami, untuk bisa memberikan
kontribusi yang berarti, sebagai bentuk kepedulian terhadap bangsa ini, untuk
memberikan konsep solutif-konstruktif terkini, melalui syarhil qur’an kami,
yang berjudul: KELUARGA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA. Dengan
merujuk pada ayat al-Qur'an surah at-Tahrim ayat 6:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Hadirin
yang dimuliakan Allah…
Secara implisit Doktor Muhammad Sulaiman al-Asqori dalam Zubdat
al-Tafsir min Fath al-Qadir menjelaskan bahwa, conclusi dari ayat
tersebut adalah menjaga istri agar menjadi shalihah, yang pandai menjaga diri,
menjaga kehormatannya, menjaga rumah tangganya, menjaga harta suaminya. Tapi
tak kalah penting nilainya adalah, dia pandai menjaga, membina serta mendidik
anak-anaknya. Quraish Shihab menambahkan bahwa pendidikan harus diawali dari rumah,
orang tua bertanggung jawab terhadap anaknya, dan pasangan suami isteri
bertanggung jawab terhadap perilaku masing-masing.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, seorang anak tumbuh
berdasarkan intensitas perhatian orang tuanya, karena orang tua dan anak
merupakan satu ikatan dalam jiwa, meski berpisah raga, jiwa keduanya menjadi
satu dalam ikatan, dan ikatan ini ada dalam bentuk hubungan emosional dan
tercermin dalam perilaku anak, demikian dituliskan oleh Syaiful Bahri Djamarah
dalam bukunya Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. (halaman 27).
Dapat dipahami, bahwa maksud dari firman Allah dalam surah
at-Tahrim ayat 6 tersebut menegaskan kepada setiap individu muslim, untuk
menjaga diri dan keluarganya terlebih pada aspek pendidikan kepada isteri
maupun anak-anaknya, seorang ayah yang mampu memberikan akulturasi agama kepada
isteri dan anaknya, dan seorang ibu yang pandai dalam mendidik anak-anaknya.
Secara konseptual, yang terpenting dalam pendidikan terhadap anak adalah
pendidikan agama dan akhlak.
Dalam konteks ini, setiap orang tua tidak hanya memiliki
kewajiban untuk menumbuhkan anak secara fisik, tetapi juga memiliki kewajiban
mendidik anak-anaknya, terutama dalam memberikan nilai agama dan akhlak, karena
nilai pendidikan inilah yang menjadi pedoman dasar seorang anak dalam menjalani
kehidupannya, sehingga seorang anak memerlukan bimbingan, pengarahan dan
pengawasan dalam menuju kedewasaan. Oleh karenanya hadirin, pendidikan anak
harus dipandang sebagai paramount of importance atau sebagai prioritas
pertama dan utama.
Setiap orang tua yang memenuhi kewajiban terhadap
anak-anaknya, secara tidak langsung merupakan tindakan nasionalisme dan bentuk
upaya pembebasan krisis moral yang berkepanjangan, layaknya pengorbanan para
pejuang dalam merebut kemerdekaan, karena dalam konteks kekinian, kita sedang
terjajah sejak dalam pikiran, tertindas secara kejiwaan.
Bangsa Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang memiliki
kesantunan, identik dengan budaya ketimuran, tapi sekarang, para politikus
dipenuhi sandiwara dan pencitraan, pelacuran hampir dihalalkan, ulama yang
gemar keduniaan, para pelajar yang sering tawuran, para pedagang yang senang
melakukan penipuan, bahkan lembaga hukum tidak lagi dapat diberikan
kepercayaan, karena kepentingan pribadi dan golongan yang paling dikedepankan,
tak peduli rakyat kebingungan, tidak tahu yang mana musuh yang mana korban,
tidak mengerti antara kejujuran dan kebohongan.
Proses perbaikan hanya bisa terjadi jika saya, anda, dan
kita semua, mau menerapkan revolusi mental sesungguhnya, mendidik diri sendiri
dengan baik agar bisa mendidik keluarga kita, mengembalikan fitrah kita sebagai
manusia biasa, serta mau merefleksikan setiap ajaran agama dalam diri kita,
keluarga kita, kerabat kita, orang-orang terdekat kita, dengan merenungkan
firman Allah dalam surah an-Nahl ayat 78:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.”
Hadirin
yang dimuliakan Allah…
Jalaluddin as-Syuyuti dan Jalaluddin
al-Mahaly dalam tafsir Jalalain menjelaskan bahwa jumlah kalimat laa
ta’lamuuna syai’an berkedudukan menjadi hal (keadaan) atau kalimat
keterangan, dan lafaz as sam’a bermakna jamak sekalipun kalimatnya mufrad.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa seluruh indera (penglihatan, pendengaran, dan
hati) adalah agar manusia bersyukur sehingga mau beriman. Quraish Shihab dalam
tafsir al-Misbah menambahkan, bahwa pengetahuan manusia diperoleh melalui upaya
manusiawi atau pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan memegang peranan
penting dalam menentukan moral bangsa.
Terakhir mengutip hadis Nabi saw
yang ditulis oleh ‘Alauddin Ali al-Muttaqi dalam kitabnya:
من حقّ الولد على الوالد أن يحسن أسمه
ويحسن أدبه (رواه إبن النجار)
“Salah satu kewajiban orang tua kepada anak adalah
memberikan nama yang baik dan perbaikan tata karma.” (HR. Ibn Nujjar)
Pada akhirnya kami menitipkan pesan
4 M sebagai berikut:
1. Mari membina keluarga harmonis,
karena harmonisasi kondusif membantu efektifitas pembinaan psikologis anak.
2. Mari mendidik moral anak sedini
mungkin, karena keluarga adalah sekolah pertama dan utama dalam pembentukan
karakter anak.
3. Mari membangun bangsa melalui
pembinaan generasi, karena revolusi mental sesungguhnya adalah implementasi
nilai-nilai agama pada diri, keluarga, kerabat, terlebih lagi masyarakat.
4. Mari bersama kita berdo’a, semoga
kita semua menjadi insan beriman, jujur dalam perkataan, lembut pada perbuatan,
pandai menjaga kehormatan, berguna di masa depan.
والسّلام عليكم ورحمة الله و بركا ته
Kamis, 31 Mei 2018
Senin, 28 Mei 2018
Sabtu, 12 Mei 2018
Kamis, 03 Mei 2018
Jumat, 20 April 2018
Minggu, 08 April 2018
Selasa, 03 April 2018
Selasa, 30 Januari 2018
Langganan:
Komentar (Atom)